Thursday, February 15, 2007

Pikiran adalah permukaan hati

JANGAN pernah berkata benci, kotor, atau berpikir busuk.
Itu nasihat nenek saya. "Nanti, kalau ada setan lewat,
bisa terjadi sungguhan," katanya. Saya cuma mesem,
cenderung menyepelekan petuah itu.
Maklum, di mata saya, orang sepuh itu suka berpikir aneh,
termasuk yang tidak masuk akal.

Pokoknya, ucapan Nenek yang membawa nama setan, jin,
dan malaikat saya ibaratkan angin lalu. Tak perlu digubris.
"Ya, sudah, kalau tak percaya," katanya. Esoknya,
petuah serupa diulang lagi, dan diulang lagi, walau sang
cucu selalu menertawakannya.

Belakangan, "pelajaran" dari Nenek itu ada benarnya,
walau tidak mutlak karena menyertakan setan, jin, dan
malaikat sebagai penyebab. Tampaknya, Nenek yang
buta huruf dan tak mau memaksakan kehendak itu lebih
memahami hidup. Memang, makin berakal seseorang,
makin mudah ia memahami alasan orang lain.

Ternyata, pikiran manusia itu bisa "disetel" sesuai
dengan daya kehendak. Mengumpat disertai kutukan
bisa mewujud nyata jika dilakukan serius.
Yang merampas daya itu adalah keraguan. Keraguan
merampas keberanian, harapan, dan optimisme.
Berpikir busuk, misalnya, bisa melecut ketidakserasian.
Berpikir buruk itu hanya menyengsarakan diri.
Membuat suasana jadi muram.

Pernah, suatu ketika, famili saya rekreasi ke Baturaden,
Purwokerto, Jawa Tengah. Usai menghirup udara segar
pegunungan, mereka kembali ke kota. Jalanan menurun.
Tiba-tiba, di balik setir mobil terlintas pikiran negatifnya:
"Belasan tahun saya membawa mobil tapi belum pernah
merasakan rem blong!"

Belum sampai 10 menit otaknya berpikir rem blong, rem
yang diinjaknya jebol sungguhan. Kendaraan meluncur deras.
Syukurlah, dia tidak panik. Tahap demi tahap gigi persneling
dipindahkan ke gigi kecil. Begitu terkendalikan, mobil
dipinggirkan dan rem tangan ditarik. Ia menghela
napas panjang.

"Kok, berhenti," tanya istrinya. ''Lha, wong remnya blong,"
katanya. ''Kok, tidak bilang-bilang?" tanyanya lagi.
Tentu saja tak perlu dijawab. Sebab, jika fakta itu disampaikan,
kepanikan dijamin akan menular ke seluruh penumpang.
"Tuhan masih melindungi kita," ujar dia.

Sebaliknya, pikiran yang positif dapat menghasilkan sesuatu
yang sangat mengagumkan. Ia dapat menguasai materi,
objek, dan urusan. "Ia bahkan dapat bekerja dengan sangat
mengagumkan, yang orang tak dapat menjelaskannya,"
tulis Hazrat Inayat Khan.

Pikiran dan perasaan manusia itu memiliki getaran kekuatan.
Ketenangan dan kedamaian hati seorang pawang, misalnya,
mampu menjinakkan singa liar. Pikiran singa itu "terpengaruh"
oleh si pawang yang cinta damai. Begitu pula dalam arena
adu gajah di India. Daya pikir ribuan penonton menghendaki
agar hewan itu berkelahi. Keinginan itu direfleksikan pada
hewan hingga menimbulkan kekuatan sekaligus hasrat
untuk berkelahi.

Ada pula penjinak ular yang bertugas "membujuk"
binatang melata itu keluar dari sarangnya, tanpa musik.
Pikiran penjinak yang direfleksikan pada ular itulah yang
menarik ular keluar dari persembunyian. Ada orang yang
mengusir lalat dengan merefleksikan pikirannya pada
makhluk kecil tersebut. Kekuatan yang mempengaruhi
pikiran serangga itu merupakan bukti adanya daya,
bukan keistimewaan.

Ada pula kuda yang mampu memecahkan soal matematika
rumit. Jawaban itu merupakan refleksi pikiran pelatihnya
yang diproyeksikan pada pikiran kuda. Dalam proses
mediumistik, suatu gagasan matematika diproyeksikan
pada pikiran kuda. Daya proyeksi dapat ditingkatkan dengan
peningkatan daya kehendak, pemikiran, atau perasaan.
Inilah rahasia terbesar kehidupan.

Bila pikiran tak jelas, misalnya, terganggu atau terlalu aktif,
maka pikiran tidak dapat mengantar refleksi secara utuh.
Pikiran dapat diibaratkan danau. Jika angin bertiup dan air
beriak, maka refleksinya menjadi tidak jelas.
Sebaliknya, jika berair tenang, bisa merefleksikan dengan jelas.

Pikiran adalah permukaan hati, dan hati adalah
kedalaman pikiran. Apa yang datang dari dalam menyentuh
kedalaman, dan yang di permukaan hanya berada di permukaan.
Maka, jangan heran jika dua jiwa yang berhati penuh kasih
dan berperasaan halus bisa berkomunikasi melalui pikiran dan perasaan.
Jarak bukan halangan.

Maka, si Binu yang lama tak bersua, misalnya, tiba-tiba
menelepon atau muncul di depan mata hanya karena
"terpikirkan" oleh teman karibnya. Kebetulan? Tidak!
Di dunia ini tak ada sesuatu yang bersifat kebetulan.
Seluruh perilaku pikiran mempengaruhi urusan hidup.

Daya pikir memang punya efek yang dahsyat. Pikiran yang
panas membuat "api" di sekitarnya, hingga orang-orang
di dekatnya terbakar oleh "api" tersebut. Sebaliknya,
pikiran yang tenang dan damai memberi kesejukan pada
orang-orang yang berada dalam ruang lingkupnya.

Tentu, semua refleksi ini bukan karena ada setan atau
malaikat lewat. Didunia ini, tiada suatu yang tanpa makna.
Juga bukan kebetulan. Tidak sebutir atom pun yang terlepas
dari liputan dan rencana Allah. Hanya karena kita tak
memahami kehidupan di dunia ini, maka kita berada dalam
kegelapan.

"Sesungguhnya, di antara ilmu itu ada yang laksana
mutiara tersembunyi, ia tidak diketahui kecuali hanya oleh
orang-orang yang mengenal Allah," kata
Nabi Muhammad SAW.
(disarikan dari Gatra-WY)

No comments: