Saturday, April 14, 2007

Hidup itu cuma sekadar minum

URIP iku mung sak dermo ngombe. Hidup itu cuma sekadar minum. Amat
sangat singkat. Ibarat air baru membasahi tenggorokan, eh, sudah
selesai. Tamat. Berulang kali Ayah dan Nenek mengingatkan saya. "Hati-
hati Le, urip iku mung sak watoro, cuma sebentar,'' kata Nenek, penuh
kasih.

Sebagai manusia, diingatkan agar tidak drengki atau iri melihat
keberuntungan orang lain. Sebab, kemampuan, kodrat, keadaan, dan
keberadaan masing-masing orang itu berbeda. Ada lagi watak dahwen
atau senang mencela orang lain, atau panasten alias senang
menghalangi sukses orang lain. Hindari pula sifat angrong prasanakan,
suka mengganggu istri orang.

Dalam pupuh durma disebutkan, jangan terlalu banyak makan dan tidur,
agar bisa mengurangi nafsu yang menyala-nyala. Kebenaran, kesalahan,
keburukan, kebaikan, dan keberuntungan itu berasal dari perilaku kita
sendiri. Untuk itu, tak usah memuji diri sendiri, dan jangan suka
mencela orang lain. Ajining diri saka obahing lathi, seseorang itu
dihargai karena ucapannya.

Dalam pupuh pucung diceritakan tentang pertengkaran sesama saudara
yang bisa membawa sial. Harus rukun. Juga adil. Hargai dan pujilah --
namun jangan berlebihan-- siapa saja yang rajin bekerja dan
berprestasi. Sebaliknya, yang malas-malasan harus diingatkan, sebab
kemalasan itu akan membawa nasib lebih buruk.

Di pupuh mijil diungkapkan, kita harus berwatak kesatria, berani
bertanggung jawab atas semua perbuatan. Tapi, sikap itu tak perlu
ditonjol-tonjolkan. Yang penting, malu berlaku curang. Nah,
pembangunan yang mengesampingkan dimensi budaya tersebut akan membawa
masyarakat pada tiga kesalahpahaman umum, ''Yakni, tidak mengetahui,
salah asumsi, dan salah penerapan.''

Pada serat Wedhatama, karya Raja Surakarta, Sri Mangkunegara IV (1809-
1881), ditekankan bahwa manusia itu harus punya rasa pangrasa, punya
kepekaan, tidak masa bodoh terhadap lingkungan. Biasanya, orang yang
kurang peka itu egoistis. Kesadarannya untuk berbuat baik tidak
berkembang, dan malah makin brengsek.
Nenek tak ingin jiwa dan pikiran saya liar hingga kejeblos ke alam
duniawi saja. Ia berharap saya mengutamakan ketenteraman jiwa dan
hati. Bukan jiwa yang gelisah, gaduh menyesakkan, yang diburu oleh
dosa.

No comments: